This is a my personal page, thank's for visit

Rabu, Desember 10, 2008

jo

Label, Penting gak sih

Kamu butch, andro, atau femme? Kalau andro, lebih ke arah butch atau femme?

Di sini aku tidak akan membahas tentang definisi butch, andro, atau femme. Silahkan cari sendiri arti dari masing-masing “label” tersebut, hehehe. Pertanyaan di atas pasti sering kita terima atau bahkan kita lontarkan. Aku sendiri dulu sering mempertanyakan hal ini kepada setiap orang yang baru aku kenal. Begitu juga saat aku pertama kali berkenalan dengan Mei. Aku menanyakan hal ini berulang-ulang secara persisten, konsisten dan ten-ten lainnya, hehehe, sampai-sampai sepertinya Mei bosan menghadapi pertanyaanku yang satu ini.

“Kamu femme ya?”

“Kalau aku femme terus kamu langsung mau jadi pacarku, Jo?”

“Terus kalau aku andro atau butch terus kamu langsung kabur ya, Jo?”

“Cuma nanya kok. Aku ga pernah mempermasalahkan label dalam memilih pasangan, hehehe.”

Yups. Berdasarkan pengalaman dalam menjalin hubungan, hampir semua mantanku memang femme, dan ada juga yang andro femme. Tapi sekali lagi, saat cinta datang, label sepertinya tidak lagi menjadi hal yang penting dalam mengukur kecocokan hati satu sama lain.

Terus terang, aku sendiri tidak pernah tahu “label” apa yang cocok untuk menggambarkan diriku. Menyandang nama Jo, banyak yang berpikiran bahwa aku adalah sosok lesbian yang memiliki label butch. Dengan embel-embel jalan bergaya seperti jagoan, lebih senang memakai kaos, jeans, dan sandal jepit, belum lagi kalau nge-track  di atas motor dengan gaya Renegade, dan masih banyak lagi deh. Begitu tahu ternyata rambutku panjang dan aku manjanya keterlaluan, banyak juga yang bilang kalau Jo itu ternyata andro femme, halah!!! Cape dehhh.

Bagi beberapa sahabat yang sudah sempat bertemu muka denganku, baru deh mereka langsung protes, “Halah!!! Gaya lo aja kaya jagoan, Jo! Kalo udah manja, elo malah ngelebihin femme deh!”. Bahkan ada beberapa sahabat yang bilang,“Jo, coba deh elo ga usah jalan-jalan. Duduk manis di belakang meja. Tapi duduknya jangan nyilangin kaki. Femme habis deh lo!” Gubrakkkks!!! Masa aku harus duduk diam kaya patung seh!

Begitu juga saat aku memiliki kesempatan untuk berlibur kemarin bersama beberapa sahabat dekat. Dengan menghabiskan beberapa malam bersamaku, tentu saja mereka jadi lebih tahu siapa sebenarnya Jo. Oh, ternyata Jo itu walaupun tidak pernah make-up tapi rajin cuci muka (Ya iyalah secara biar tetap kinclong). Oh, ternyata Jo itu kalau turun dari mobil selalu sisiran (masa iya rambutku yang panjang dibiarkan awut-awutan kaya kunti). Oh, ternyata Jo kalau habis mandi terus cuma dibalut handuk ternyata seksi juga ya (hehehe, yang ini kayanya ga ada hubungannya ama “pelabelan” sih, hehehe). Apalagi saat mereka berhari-hari terpaksa mendengar obrolanku dengan Mei melalui telepon, semakin seringlah mereka menganggapku telah “translabel” dari andro menjadi femme, hehehe.

Translabel? Mungkinkah terjadi pada seorang lesbian?

Menurutku, secara fisik mungkin hal ini membutuhkan niat yang sangat besar bagi seseorang untuk mengubah penampilan fisiknya. Sebagai contoh, seorang sahabat lesbian yang sebelumnya selalu bergaya layaknya seperti seorang pria, rambut pendek habis, dada di bebat, sepatu model maskulin, dan segala atribut lain yang kalau belum kenal siapa dia, aku tidak akan bisa menebak dia itu sebenarnya wanita. Suatu hari dia diminta oleh sahabatnya menjadi bride’s maid di hari pernikahan sang sahabat. Alih-alih merasakan kepanikan, dia dengan bersemangat berusaha mengubah image yang sebelumnya “cowok” habis menjadi “cewe tulen”. Rambutnya yang pendek mulai dibiarkan memanjang, rok dan high heels yang selama ini menjadi musuh mulai menjadi sahabat, nahhh yang terakhir penuh penderitaan kayanya secara dia mulai belajar mengubah cara jalannya yang gagah menjadi lebih gemulai, hehehe.

Singkat cerita, beberapa bulan sejak terakhir kami bertemu, dia meminta waktuku untuk nongkrong di kafe langganan kami. Surprise!!! Aku tidak langsung mengenalinya. Dia berubah drastis walaupun tidak 180 derajat. Aku sangat salut terhadapnya. Bukan karena demi sahabatnya dia rela mengubah dirinya lho. Tapi dia benar-benar berubah karena dia ingin. Niat dan semangatnya patut dijadikan teladan deh, hehehe.

Lalu, bagaimana dengan translabel secara non fisik?

Sekali lagi ini menurut pendapat pribadi, seorang lesbian entah dia menyandang label butch, andro, atau femme dengan sub kategori lainnya tetaplah seorang wanita. Wanita tetaplah seorang wanita yang memiliki kadar pemikiran yang menggunakan perasaan lebih besar daripada logika. Yeah, walaupun tidak sedikit wanita yang secara seimbang bisa menggunakan keduanya. Se-butch apapun dia, sifat-sifat feminin tetap melekat pada diri seorang wanita. Sifat lembut dan perasaan ingin dimanja dan disayang akan selalu ada. Jadi sepertinya translabel non fisik tidak berlaku saat kita bicara tentang wanita, hehehe.

Dalam dunia lesbian yang subjeknya adalah seorang wanita, label menjadi sesuatu yang tidak bisa dibakukan. Saat kita mengenal seseorang melalui jendela hatinya, saat itu pula label menjadi hal yang sangat tidak penting untuk dilihat. Aku sendiri lebih memilih untuk mengenal seseorang melalui kepribadiannya. Penampilan butch, andro, atau femme tidak menjadi jaminan bahwa kepribadiannya akan mencerminkan fisik dan penampilan luarnya. So, masih penting ga seh mikirin label??? ;-)


mau baca tulisab jo yang lain?....baca di sini

0 comment:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.